
Rembang, nurfmrembang.com – Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang menegaskan bahwa Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) efektif dalam menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Sepanjang tahun 2024, tercatat 325 kasus DBD, dengan 9 pasien meninggal dunia.
“Kasus DBD terbanyak menyerang anak usia 5-15 tahun. Dari Januari hingga Desember 2024, ada 325 kasus yang tercatat dan 9 di antaranya meninggal dunia,” ujar dr Jhon Budi dari Dinas Kesehatan Rembang dalam rapat koordinasi Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD di Jalan Pantura, belum lama ini.
Menurut dr Jhon, peningkatan kasus DBD cenderung mengikuti musim hujan karena perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan.
“Trennya jelas, Januari kasus naik karena musim hujan, turun di April-Mei, lalu naik lagi di Agustus,” ungkapnya.
Puskesmas Pancur menjadi wilayah dengan kasus DBD tertinggi (82 kasus), disusul Sale (47 kasus), Sumber (30 kasus), dan Sarang 1 (27 kasus). Sementara itu, Sarang 2 mencatat kasus paling sedikit dengan 2 kasus, diikuti Sluke dan Rembang 1 yang masing-masing mencatat 3 kasus.
Meski angka bebas jentik (ABJ) di Rembang baru mencapai 72% dari target 95%, ada perkembangan positif di Puskesmas Lasem. Dalam tiga tahun terakhir, kasus DBD di wilayah ini turun drastis, berkat implementasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J).
“Lasem mengalami perubahan luar biasa. Tiga tahun lalu kasus DBD sangat banyak, tapi dengan menggerakkan masyarakat melalui G1R1J, kasusnya bisa ditekan hingga hanya 15 kasus tahun ini,” jelas dr. Jhon.
Program G1R1J menunjuk satu anggota keluarga sebagai penanggung jawab untuk memantau jentik di rumah, yang kemudian dilaporkan ke Puskesmas melalui kader desa untuk evaluasi.
Untuk mencegah penyebaran DBD, dr. Jhon menekankan pentingnya peran aktif masyarakat.
“Jangan hanya bergantung pada fogging. Gerakan PSN dan satu rumah satu jumantik harus terus kita gaungkan,” tegasnya.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan peningkatan kesadaran masyarakat, Dinas Kesehatan optimis angka kasus DBD dapat terus ditekan di masa mendatang. (ABA/AI)
Sumber : https://www.nurfmrembang.com/kesehatan/gerakan-psn-efektif-tekan-kasus-dbd-di-rembang
“Kasus DBD terbanyak menyerang anak usia 5-15 tahun. Dari Januari hingga Desember 2024, ada 325 kasus yang tercatat dan 9 di antaranya meninggal dunia,” ujar dr Jhon Budi dari Dinas Kesehatan Rembang dalam rapat koordinasi Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD di Jalan Pantura, belum lama ini.
Menurut dr Jhon, peningkatan kasus DBD cenderung mengikuti musim hujan karena perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan.
“Trennya jelas, Januari kasus naik karena musim hujan, turun di April-Mei, lalu naik lagi di Agustus,” ungkapnya.
Puskesmas Pancur menjadi wilayah dengan kasus DBD tertinggi (82 kasus), disusul Sale (47 kasus), Sumber (30 kasus), dan Sarang 1 (27 kasus). Sementara itu, Sarang 2 mencatat kasus paling sedikit dengan 2 kasus, diikuti Sluke dan Rembang 1 yang masing-masing mencatat 3 kasus.
Meski angka bebas jentik (ABJ) di Rembang baru mencapai 72% dari target 95%, ada perkembangan positif di Puskesmas Lasem. Dalam tiga tahun terakhir, kasus DBD di wilayah ini turun drastis, berkat implementasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J).
“Lasem mengalami perubahan luar biasa. Tiga tahun lalu kasus DBD sangat banyak, tapi dengan menggerakkan masyarakat melalui G1R1J, kasusnya bisa ditekan hingga hanya 15 kasus tahun ini,” jelas dr. Jhon.
Program G1R1J menunjuk satu anggota keluarga sebagai penanggung jawab untuk memantau jentik di rumah, yang kemudian dilaporkan ke Puskesmas melalui kader desa untuk evaluasi.
Untuk mencegah penyebaran DBD, dr. Jhon menekankan pentingnya peran aktif masyarakat.
“Jangan hanya bergantung pada fogging. Gerakan PSN dan satu rumah satu jumantik harus terus kita gaungkan,” tegasnya.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan peningkatan kesadaran masyarakat, Dinas Kesehatan optimis angka kasus DBD dapat terus ditekan di masa mendatang. (ABA/AI)
Sumber : https://www.nurfmrembang.com/kesehatan/gerakan-psn-efektif-tekan-kasus-dbd-di-rembang